Terbias sang mega di kegelapan
Terbentang lautan dalam pedihnya perasaan
Kau tang dulu megah, asri dan Indah
Kini tak lebih dari sebuah angan
Yang mengisi jejak perasaan
Tak lagi ku lihat kau tersenyum
Memancarkan tawa bahagia yang meredam asa
Semuanya telah dirampas modernisasiLenyap hilang meninggalkan serpihan duka
Ratapan penyesalan bumi pertiwi
Kau adalah anugerah yang diberikan Tuhan
yang harus selalu dilestarikan
Untuk dapat diwariskan
Kepada generasi-generasi yang akan datang
Bukan sekedar piawai rentan
Terombang-ambing ombak lautan
Kau adalah lentera kehidupan
Laksana, cita, cinta dan harapan
Aku bertanya kepada sang bulan
Semua duka yang menepis kehidupan bintang
Tapi hanya dilema yang kutuai
Sebuah pilihan yang membuatku terbengkalai
Apakah yang akan ku wariskan
Kepada anak cucu ku dimasa depanKini hutan tak lagi rindang
Sawah dan ladanag semakin sempit
Sumberdaya alam telah habis diporak-porandakan
Hanya sebuah beban pikiran
Yang membuatku terendam dalam sebuah ilusiIlusi yang mengikis sebuah kebinaran
Lewat cakrawala yang terbata-bata
Tangisku mengikis sebuah ilustrasi
Dikala bumi pertiwi tak lagi asri
Habis tercurah zat polutan
Yang membawanya kejurang kehancuran
Mungkinkah ku dapat berjalan ditundra kehidupan
Sementara pelita tak kunjung bersinar
Akankah ku bisa menepistangisan parau
Sementara lenting jiwa kian memudar
Tuhan...
Tunjukkan kemana ku harus berjalan
Sampai aku bisa singgah di peradaban
Menyelamatkan mereka dari dekadensi moral
Akibat westernisasi yang tak layak dipertahankan
( NVM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar